MAKALAH TENTANG PENDAKWAH
PENDAKWAH
Kelompok
5
Kurniawan
NIM : B53214021
Lia Lutfiana Febriyanti
NIM : B53214022
Moh. Mizan Asrori
NIM : B53214023
Kelas: C3
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena sampai detik ini kita masih
diberi kesehatan sehingga dapat terus berusaha untuk menjadi insan yang
bermakna. Shalatullah semoga
senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Sebagai umat yang diturunkan paling akhir kita mempunyai tanggung jawab yang
lebih besar dibandingkan umat-umat terdahulu yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Sungguhpun kita
akan hidup sendiri di alam kubur kelak, kita tidak boleh hanya memperhatikan
diri kita sendiri, akan tetapi lingkungan sekitar kita perlu perhatian
lebih.
Oleh karena itu dipandang perlu dan
penting bagi kita untuk mengetahui seperti apa pendakwah yang baik. Karena
bagaimanapun kita pasti akan menjadi da’i kelak, minimal untuk keluarga kita.
Sehingga kita bisa mengetahui kiat-kiat menjadi pendakwah yang sukses, bukan
malah menjadi pendakwah yang dhillun
mudhillun (sesat lagi menyesatkan).
Makalah sederhana ini hadir dengan harapan dapat
memberikan pencerahan bagi kita semua. Meskipun kami menyadari bahwa makalah
ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya kritik konstruktif
sangat kami harapkan demi perbaikan karya kami ke depan.
Surabaya, 06 September 2014
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………ii
BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..1
C. Tujuan Pembahasan…………………………………………………...1
BAB
II PENDAKWAH
A. Pengertian Pendakwah………………………………………………..2
B. Kualifikasi Pendakwah………………………………………………..2
C. Pendakwah Strategis…………………………………………………..2
D. Kemuliaan Pendakwah………………………………………………..4
E. Problematika Pendakwah……………………………………………...4
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………….7
B. Saran…………………………………………………………………....7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....8
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia sebagai khalifah fil ardhi tentunya memilki
tanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesinambungan kehidupan di bumi ini.
Manusia di manapun berada, tidak dapat dipisahkan dari lingkungan masyarakatnya.
Dan sejak dahulu orang sudah menaruh minat besar pada tingkah laku manusia dan
lingkungannya (Sarlito Wirawan Sarwono, 2011:1). Oleh karena itu sifat
kebersamaan dan rasa memiliki perlu ditanamkan sejak dini. Dalam
perkembangannya manusia tidak mungkin selamanya benar dan tidak pula salah.
Kesalahan dan dosa merupakan fitrah manusia. Tidaklah menjadi kafir orang yang
berbuat dosa asal bukan dosa syirik. Dan sudah seyogianya kita sebagai orang
yang berpendidikan berusaha untuk memperbaiki dan mengingatkan orang lain.
Tentunya dengan cara yang baik dan sopan. Di sinilah peran seorang da’i (orang
yang mengajak) sangat diperlukan untuk
membuat orang tersebut sadar, walaupun hidayah memang datangnya dari Allah.
Hubungan manusia
dibagi menjadi dua. Pertama vertikal,
merupakan hubungan kita dengan Allah sebagai dzat yang telah menciptakan alam
semesta beserta isinya. Kedua, horizontal
yakni hubungan manusia dengan sesamanya. Bagaimana mereka berinteraksi dan
bagaimana mereka saling mengingatkan satu sama lain. Bagian yang kedua inilah
yang akan kita bahas. Lebih spesifik lagi kita akangkn membahas bagaimana
pendakwah yang baik dan sesuai dengan tuntunan syara’. Secara praktis dakwah amar
ma’ruf nahi munkar telah berlangsung sejak adanya interaksi antara Allah
dengan hamba-Nya (periode Nabi Adam AS), dan akan berakhir bersamaan dengan
berakhirnya kehidupan di dunia ini (Mubasyaroh, 2010:166).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, kami akan menguraikan makalah ini dalam rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendakwah?
2. Bagaimanakah kualifikasi
pendakwah?
3. Bagaimanakah yang dimaksud dengan pendakwah
strategis?
3. Apa kemuliaan
pendakwah?
4. Apa sajakah problematika
seputar pendakwah?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Ada beberapa
tujuan dari penyusunan makalah ini, di antaranya :
1. Memahami
siapa pendakwah
2. Memahami kualifikasi pendakwah
3. Memahami bagaimana menjadi pendakwah strategis
4. Memahami
kemuliaan pendakwah
5. Memahami
problematika seputar pendakwah.
|
BAB II
PENDAKWAH
A. Pengertian
Pendakwah
Pendakwah dalam bahasa Arab disebut da’i
yang artinya mengajak atau menyeru. Lafadz da’i
dalam bahasa Arab adalah ismul fa’il (subjek/orang yang melakukan
pekerjaan) dari lafazh da’a yad’u. Dalam buku Kamus Pintar Agama Islam kata Da’i berarti
juru da’wah, juru penerang agama, misionaris, penganjur, pemberi nasihat
tentang agama (Abu Ahmadi, 1991:62). Jadi pendakwah (da’i) adalah orang yang mengajak atau menyeru dalam hal agama
Islam.
Dakwah bisa
dilakukan dengan berbagai cara, baik tulisan, lisan, maupun perbuatan. Oleh
karena itu penulis keislaman, penceramah, muballigh, guru mengaji, pengelola
panti asuhan Islam dan sejenisnya termasuk dalam kategori pendakwah (Moh. Ali
Aziz, 2012:216).
B. Kualifikasi Pendakwah
Dipandang dari jenis kelamin pendakwah
ada dua, yakni pendakwah laki-laki dan pendakwah
perempuan. Dari kualifikasi tersebut terlihat jelas bahwa Islam tidak
pernah membeda-bedakan hak setiap kaum muslimin. Tidak hanya laki-laki yang diwajibkan untuk berdakwah tapi juga perempuan. Karena sudah
kita ketahui bersama bahwasanya Allah SWT bukan melihat jenis kelaminnya
melainkan karena ketaqwaannya.
Sedangkan dari segi keahlian yang dimiliki,
Toto Tasmara (1977: 41- 42) menyebutkan juga ada 2 macam pendakwah :
1. Secara
umum adalah setiap muslim yang mukallaf (sudah
dewasa). Kewajiban dakwah telah melekat pada diri mereka sesuai
dengan kemampuan masing-masing sebagai realisasi perintah Rasulullah untuk
menyampaikan Islam kepada semua orang walaupun hanya satu ayat.
2. Secara khusus
adalah muslim yang sudah mengambil spesialisasi (mutakhashish) di bidang agama Islam, yaitu ulama dan sebagainya (Moh.
Ali Aziz, 2012:216).
C. Pendakwah Strategis
Keberhasilan
seorang pendakwah tidak selalu ditentukan oleh luasnya ilmu pengetahuan yang
dia miliki, akan tetapi karena kepiawaiannya dalam mengolah kata serta mampu
meyakinkan orang lain tentang ajaran Islam. Hal ini merupakan kunci sukses seorang pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:232). Di sisi
lain seorang pendakwah juga harus memperhatikan siapa dan bagaimana karakter
orang yang sedang dia hadapi. Tentunya berbeda cara ketika kita berdakwah di
hadapan para napi dengan ketika berada di depan muallaf yang kekuatan imannya
masih sangat minim. Maka pesan-pesan
dakwah hendaknya dapat memberikan petunjuk dan pedoman hidup yang menyejukkan
hati. Janganlah dicampuri dengan pamrih untuk kepentingan golongan (Abdul
Wachid B.S., 2006:151).
Sebagai orang yang diharapkan membawa
angin perubahan, seorang pendakwah dituntut untuk memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
1. Beriman kepada Allah SWT
|
3. Ramah dan penuh pengertian
4. Tawadhu atau rendah hati
5. Sederhana dan jujur dalam tindakannya
6. Tidak memilki sifat egoisme
7. Memiliki semangat yang tinggi dalam
tugasnya
8. Sabar dan tawakal dalam melaksanakan
tugas dakwah
9. Memiliki jiwa toleransi yang tinggi
10. Memiliki sifat terbuka dan
demokratis
11. Tidak memiliki penyakit hati atau
dengki (Samsul Munir Amin, 2009:77).
Dakwah tidak sesempit yang kita bayangkan, dakwah tidak harus melalui
mimbar dan dari satu majelis ke majelis yang lain, melainkan dengan berbagai
cara yang dengannya dapat mengantarkan manusia dari keadaan yang negatif menuju
keadaan yang positif (Hamzah Tualeka, 1993:27). Sehingga proses dakwah tidak
monoton dan membosankan, tetapi dapat menyentuh hati orang yang diajak.
Penampilan fisik pendakwah juga sangat
menentukan hasil akhir dari proses dakwah. Karena setiap orang mempunyai
persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya dan juga
ornamen lain yang dipakainya (Deddy Mulyana, 2008:392). Dengan semua sifat di
atas seorang pendakwah diharapkan dapat menjadi suri teladan bagi masyarakat
objek dakwah. Karena sebagai panutan, maka sudah selayaknya bahwa figur seorang
pendakwah adalah figur yang dicontoh dalam segala aspek kehidupan manusia
muslim.
Setiap
pendakwah, hendaknya juga memiliki kepribadian yang baik. Sebab kata Prof. Dr.
Hamka (18:222): “Jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung
kepada pribadi dari pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih populer
kita sebut da’i”.
Kepribadian
yag dimaksud yakni meliputi kepribadian yang bersifat jasmani dan rohani (phisis dan phychis). Kepribadian yang bersifat rohaniah (psychologis) pada dasarnya mencakup masalah sifat, sikap, dan
kemampuan diri pribadi seorang da’i. Di mana ketiga masalah ini sudah dapat
mencakup keseluruhan (kepribadian) yang harus dimilikinya. Sedangkan
kepribadian yang bersifat jasmaniyah, yakni meliputi sehat jasmani dan
berpakaian necis. Maksudnya ialah pakaian yang serasi antara tempat, suasana
dan keadaan tubuhnya, bukan berarti pakaian yang serba baik, serba baru dan
serba mahal (Asmuni Syukir, 1983:34-48).
Kepribadian yang
baik harus ditopang dengan mental yang sehat, di antara karakteristik mental
yang sehat adalah sebagai berikut :
1. Terhindar
dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa
2. Dapat
menyesuaikan diri
3. Memanfaatkan
potensi semaksimal mungkin
4. Tercapainya
kebahagiaan pribadi dan orang lain (Yusria Ningsih, 2011:44-45).
|
D. Kemuliaan Pendakwah
Sebagaimana telah lazim kita ketahui,
bahwa berdakwah wajib hukumnya dikerjakan oleh setiap muslim. Dan balasan bagi
mereka adalah pahala dari Allah SWT, selama mereka berniat membela dan
menegakkan agama Allah (Asmuni Syukir, 1983:28). Dengan adanya jaminan tersebut
sudah selayaknya bagi kita untuk saling berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).
Selain pahala yang
didapat bagi para pendakwah, tentunya mereka juga mendapat kemuliaan di sisi
Allah. Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan kemuliaan para pendakwah, di antaranya:
1. Apa yang
disampaikan pendakwah adalah kata-kata yang terbaik. (QS. Fushshilat:33)
2. Pendakwah
adalah pelaksana dan penerus risalah kenabian. (QS. an-Nahl:36)
3. Pendakwah
berperan sebagai saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru ke jalan Allah SWT., dan sebagai
lampu penerang. (QS. al-Ahzab: 45-46)
4. Pendakwah
adalah pelopor pembentukan umat yang terbaik. (QS. Ali Imran:110)
5. Pendakwah
adalah penolong dan pembela agama Allah SWT. (QS. al-Maidah:67 dan QS.
Muhammad:7)
6. Pendakwah
adalah penjaga identitas utama orang-orang yang beriman. (QS. at-Taubah:71)
7. Para
pendakwah diakui kedudukannya sebagai penegak dan penyelamat kehidupan bersama
di muka bumi. (QS. al-Hajj :40-41)
8. Pendakwah
adalah penjaga sunah Rasulullah SAW (Moh. Ali Aziz, 2012:246-250).
Meski bagi Allah sudah tentu pendakwah adalah mulia, namun
belum tentu bagi manusia. Ada 2 sudut pandang manusia
dalam menilai kedudukan pendakwah, yakni:
1. Persepektif
orang-orang yang telah mendapatkan hidayah. Bagi mereka, pendakwah adalah orang yang mulia, utama dan terhormat. Mereka menganggap bahwa kehadiran
pendakwah adalah berkah dan anugerah. Mereka akan menerima, mendengarkan dan
mengikuti apa yang dikatakan oleh pendakwah.
2. Persepektif orang-orang yang belum mendapatkan
hidayah. Bagi mereka, pendakwah adalah penghalang bagi mereka. Apa yang
disampaikan oleh pendakwah selalu bertentangan dengan kemauan mereka karena
menurut mereka kedudukan pendakwah adalah rendah. Mereka menganggap pendakwah
sebagai musuh. Jadi tidak heran jika mereka selalu berusaha menghalang-halangi
dan mengacaukan aktivitas pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:244).
E. Problematika Seputar Pendakwah
1. Pendakwah
Perempuan
|
Jika kita
melihat fakta sejarah, tentunya banyak pendakwah yang berasal dari kalangan
perempuan, salah satunya istri Nabi, yakni Aisyah r.a. tidak sedikit tabi’in
yang berguru kepadanya (Moh. Ali Aziz, 2012:251).
Itu semua menandakan bahwa keberadaan perempuan pendakwah juga diakui dalam
Islam.
2. Pendakwah
Anak-anak
Telah banyak kita jumpai pendakwah mimbar yang dilakukan oleh anak-anak,
bahkan anak usia Taman Kanak-kanak. Mereka diminta berceramah di depan
orang-orang dewasa. Hal yang dipermasalahkan dari anak-anak sebagai pendakwah
adalah belum adanya beban tanggung jawab (taklif). Selain itu, kematangan
berpikir dan kedewasaan bersikap serta bertindak pada umumnya belum terjadi
pada anak-anak.pengetahuan dan pengalamannya juga masih terbatas.di samping
itu, kewibawaan anak-anak dimata orang dewasa hampir tidak ada. Kita yang sudah
dewasa
sering kali tidak memperhatikan isi pesannya karena kita
sadar bahwa mereka belum mukallaf .
Meskipun
demikian, dakwah yang dilakukan oleh anak-anak tetap dipandang baik, karena hal
tersebut sebagai proses pendidikan dan pelatihan bagi mereka, juga penampilan
pendakwah anak-anak dapat berfungsi sebagai pemberi semangat orang tua dalam
mendidik anak sekaligus bagi anak-anak lain untuk dapat meniru jejak mereka
yang memahami beberapa hal tentang ajaran islam dan bisa menyampaikannya dengan
gaya yang memukau (Moh. Ali Aziz, 2012:254-255).
3. Pendakwah Mualaf
Dari sekian
banyak pendakwah yang ada, tidak sedikit dari mereka terdiri dari orang-orang
yang pengetahuan keislamannya masih awal tapi mereka mempunyai semangat yang
berkobar-kobar. Hal
ini terjadi pada mereka yang baru masuk Islam (mualaf) tapi sudah punya harapan dan cita-cita yang tinggi bagaimana Islam
menjadi agama yang dapat diterima dengan suka hati. Secara garis besar mualaf
ada dua macam, yaitu orang yang masih kafir tapi ada tanda-tanda tertarik dengan
Islam dan orang yang sudah muslim tapi masih lemah imannya. Mualaf jenis kedua
inilah yang kita bicarakan dalam uraian ini (Moh. Ali Aziz, 2012:256). Kejadian yang demikian kerap kali
terjadi di tatanan masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya berdakwah.
Bahkan mereka (mualaf) lebih peduli ketimbang orang-orang yang sudah lama masuk
Islam ataupun yang telah Islam sejak lahir.
Kasus ini juga tidak luput dari pembahasan
para ahli yang sering menuai pro kontra. Karena mereka dikhawatirkan belum cukup
modal pengetahuan agama untuk menjadi seorang pendakwah. Namun di satu sisi
pengalaman dan perasaan mualaf ketika masuk Islam sering lebih menyentuh hati.
Meskipun di depan mereka adalah para ulama dan cendikiawan yang tentu
pengetahuan agamanya lebih luas. Akan tetapi jika sang mualaf sudah mendalami lmu
agama dan menguasainya maka hal ini bisa menjadi pendorong bagi umat Islam pada
umumnya yang telah lebih dulu memeluk agama Islam tapi belum banyak mengetahui
tentang Islam (Moh. Ali Aziz, 2012:257).
4. Honor Bagi
Pendakwah
|
Tapi beda lagi jika seorang pendakwah
meminta honor untuk setiap dakwah yang disampaikannya. Sebagian ulama
berpendapat bahwa meminta honor adalah makruh hukumnya didasarkan pada al-Quran
dan al-Hadits. Begitupun secara etika memang kurang pantas dan dapat
menjatuhkan martabat pendakwah itu sendiri. Kata meminta berarti pendakwah
sendiri yang menentukan besaran honorariumnya (Moh. Ali Aziz, 2012:259).
Dalam perspektif manajemen dakwah,
pendakwah tidak perlu meminta upah kepada mitra dakwah. Organsasi dakwah yang
menunjuk seseorang sebagai pendakwah haruslah yang memiirkan upahnya sesuai
dengan kelayakan umum. Hal demikian diharapkan agar supaya ada timbal balik
antara pendakwah dengan lembaga dakwah atau masyarakat sebagai bagian dari
mitra dakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:260).
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pendakwah adalah orang yang
mengajak dan membimbing masyarakat dengan cara-cara yang baik dan dapat
menyentuh hati mereka. Sebagai pendakwah yang diharapkan jadi suri teladan,
sifat-sifat nabi harus dimiliki, meskipun tidak mungkin sama seperti nabi tapi
minimal mendekati karakter mereka. Keluesan dan keuletan sang pendakwah juga
diharapkan mampu membuat hati mitra dakwah terpikat sehingga dalam proses
dakwah mereka dapat dengan mudah merangkul masyarakat.
B. Saran
Untuk menjadi
pendakwah tidak semudah membalikkan telapak tangan, oleh karena itu evaluasi selalu
harus senantiasa dilakukan demi perbaikan figur pendakwah. Pendakwah jangan
hanya mampu dan pandai olah vokal tetapi juga diharapkan sesuai antara ucapan
dengan perbuatannya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Ahamadi, Abu,
dkk. Kamus Pintar Agama Islam. Solo:
CV. Aneka, 1991.
Ali Aziz, Moh. Ilmu Dakwah.
Jakarta: Kencana, 2012.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
Munir Amin,
Samsul. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah,
2009.
Munir, M, dkk. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2003.
Mubasyaroh. Sejarah Dakwah. Kudus: Nora Media
Enterprise, 2010.
Ningsih, Yusria.
Kesehatan Mental. Surabaya: IAIN SA
Press, 2011.
Syukir, Asmuni. Dasar-dasar
Strategi Dakwah Islam. Surabaya: al-Ikhlas, 1983.
Tualeka, Hamzah.
Pengantar Ilmu Dakwah. Surabaya:
Indah Offset, 1993.
Wachid, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Purwokerto:
STAIN Purwokerto Press, 2006.
Wirawan Sarwono,
Sarlito. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2011.
|
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home