Tuesday 3 May 2016

MAKALAH TENTANG PENDAKWAH



PENDAKWAH


Description: loo














Oleh :
Kelompok 5
Kurniawan
NIM : B53214021
Lia Lutfiana Febriyanti
NIM : B53214022
Moh. Mizan Asrori
NIM : B53214023
Kelas: C3

Dosen Pengampu :
 Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR

            Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena sampai detik ini kita masih diberi kesehatan sehingga dapat terus berusaha untuk menjadi insan yang bermakna. Shalatullah semoga senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Sebagai umat yang diturunkan paling akhir kita mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan umat-umat terdahulu yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Sungguhpun kita akan hidup sendiri di alam kubur kelak, kita tidak boleh hanya memperhatikan diri kita sendiri, akan tetapi lingkungan sekitar kita perlu perhatian lebih.
            Oleh karena itu dipandang perlu dan penting bagi kita untuk mengetahui seperti apa pendakwah yang baik. Karena bagaimanapun kita pasti akan menjadi da’i kelak, minimal untuk keluarga kita. Sehingga kita bisa mengetahui kiat-kiat menjadi pendakwah yang sukses, bukan malah menjadi pendakwah yang dhillun mudhillun (sesat lagi menyesatkan).
Makalah sederhana ini hadir dengan harapan dapat memberikan pencerahan bagi kita semua. Meskipun kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya kritik konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan karya kami ke depan.

                                                                                           Surabaya, 06 September 2014

                                                                                                                                           Penyusun
















i
 
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii
BAB 1  PENDAHULUAN
              A. Latar Belakang………………………………………………………..1
              B. Rumusan Masalah……………………………………………………..1
              C. Tujuan Pembahasan…………………………………………………...1
BAB II  PENDAKWAH
              A. Pengertian Pendakwah………………………………………………..2
              B. Kualifikasi Pendakwah………………………………………………..2
              C. Pendakwah Strategis…………………………………………………..2
              D. Kemuliaan Pendakwah………………………………………………..4
              E. Problematika Pendakwah……………………………………………...4
BAB III PENUTUP
  A. Kesimpulan…………………………………………………………….7
              B. Saran…………………………………………………………………....7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....8
















ii
 
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
     Manusia sebagai khalifah fil ardhi tentunya memilki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesinambungan kehidupan di bumi ini. Manusia di manapun berada, tidak dapat dipisahkan dari lingkungan masyarakatnya. Dan sejak dahulu orang sudah menaruh minat besar pada tingkah laku manusia dan lingkungannya (Sarlito Wirawan Sarwono, 2011:1). Oleh karena itu sifat kebersamaan dan rasa memiliki perlu ditanamkan sejak dini. Dalam perkembangannya manusia tidak mungkin selamanya benar dan tidak pula salah. Kesalahan dan dosa merupakan fitrah manusia. Tidaklah menjadi kafir orang yang berbuat dosa asal bukan dosa syirik. Dan sudah seyogianya kita sebagai orang yang berpendidikan berusaha untuk memperbaiki dan mengingatkan orang lain. Tentunya dengan cara yang baik dan sopan. Di sinilah peran seorang da’i (orang yang mengajak) sangat diperlukan untuk membuat orang tersebut sadar, walaupun hidayah memang datangnya dari Allah.    
     Hubungan manusia dibagi menjadi dua. Pertama vertikal, merupakan hubungan kita dengan Allah sebagai dzat yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya. Kedua, horizontal yakni hubungan manusia dengan sesamanya. Bagaimana mereka berinteraksi dan bagaimana mereka saling mengingatkan satu sama lain. Bagian yang kedua inilah yang akan kita bahas. Lebih spesifik lagi kita akangkn membahas bagaimana pendakwah yang baik dan sesuai dengan tuntunan syara’. Secara praktis dakwah amar ma’ruf nahi munkar telah berlangsung sejak adanya interaksi antara Allah dengan hamba-Nya (periode Nabi Adam AS), dan akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kehidupan di dunia ini (Mubasyaroh, 2010:166).
B. RUMUSAN MASALAH
     Berdasarkan latar belakang di atas, kami akan menguraikan makalah ini dalam rumusan masalah sebagai berikut:
    1. Apa yang dimaksud dengan pendakwah?
    2. Bagaimanakah kualifikasi pendakwah?
    3. Bagaimanakah yang dimaksud dengan pendakwah strategis?
    3. Apa kemuliaan pendakwah?
    4. Apa sajakah problematika seputar pendakwah?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
     Ada beberapa tujuan dari penyusunan makalah ini, di antaranya :
    1. Memahami siapa pendakwah
    2. Memahami kualifikasi pendakwah
    3. Memahami bagaimana menjadi pendakwah strategis
    4. Memahami kemuliaan pendakwah
    5. Memahami problematika seputar pendakwah.




1
 
 
BAB II
PENDAKWAH

A.  Pengertian Pendakwah
      Pendakwah dalam bahasa Arab disebut da’i yang artinya mengajak atau menyeru. Lafadz da’i dalam bahasa Arab adalah ismul fa’il (subjek/orang yang melakukan pekerjaan) dari lafazh da’a yad’u. Dalam  buku Kamus Pintar Agama Islam kata Da’i berarti juru da’wah, juru penerang agama, misionaris, penganjur, pemberi nasihat tentang agama (Abu Ahmadi, 1991:62). Jadi pendakwah (da’i) adalah orang yang mengajak atau menyeru dalam hal agama Islam.
      Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik tulisan, lisan, maupun perbuatan. Oleh karena itu penulis keislaman, penceramah, muballigh, guru mengaji, pengelola panti asuhan Islam dan sejenisnya termasuk dalam kategori pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:216).
B. Kualifikasi Pendakwah
     Dipandang dari jenis kelamin pendakwah ada dua, yakni pendakwah laki-laki dan pendakwah perempuan. Dari kualifikasi tersebut terlihat jelas bahwa Islam tidak pernah membeda-bedakan hak setiap kaum muslimin. Tidak hanya laki-laki yang diwajibkan untuk berdakwah tapi juga perempuan. Karena sudah kita ketahui bersama bahwasanya Allah SWT bukan melihat jenis kelaminnya melainkan karena ketaqwaannya.
      Sedangkan dari segi keahlian yang dimiliki, Toto Tasmara (1977: 41- 42) menyebutkan juga ada 2 macam pendakwah :
1. Secara umum adalah setiap muslim yang mukallaf (sudah dewasa). Kewajiban dakwah telah melekat pada diri mereka sesuai dengan kemampuan masing-masing sebagai realisasi perintah Rasulullah untuk menyampaikan Islam kepada semua orang walaupun hanya satu ayat.
2. Secara khusus adalah muslim yang sudah mengambil spesialisasi (mutakhashish) di bidang agama Islam, yaitu ulama dan sebagainya (Moh. Ali Aziz, 2012:216). 
C. Pendakwah Strategis
     Keberhasilan seorang pendakwah tidak selalu ditentukan oleh luasnya ilmu pengetahuan yang dia miliki, akan tetapi karena kepiawaiannya dalam mengolah kata serta mampu meyakinkan orang lain tentang ajaran Islam. Hal ini merupakan kunci sukses seorang pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:232). Di sisi lain seorang pendakwah juga harus memperhatikan siapa dan bagaimana karakter orang yang sedang dia hadapi. Tentunya berbeda cara ketika kita berdakwah di hadapan para napi dengan ketika berada di depan muallaf yang kekuatan imannya masih sangat minim. Maka pesan-pesan dakwah hendaknya dapat memberikan petunjuk dan pedoman hidup yang menyejukkan hati. Janganlah dicampuri dengan pamrih untuk kepentingan golongan (Abdul Wachid B.S., 2006:151).
      Sebagai orang yang diharapkan membawa angin perubahan, seorang pendakwah dituntut untuk memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Beriman kepada Allah SWT
2
 
2. Ikhlash dalam melakukan dakwah dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi
3. Ramah dan penuh pengertian
4. Tawadhu atau rendah hati
5. Sederhana dan jujur dalam tindakannya
6. Tidak memilki sifat egoisme
7. Memiliki semangat yang tinggi dalam tugasnya
8. Sabar dan tawakal dalam melaksanakan tugas dakwah
9. Memiliki jiwa toleransi yang tinggi
10. Memiliki sifat terbuka dan demokratis
11. Tidak memiliki penyakit hati atau dengki (Samsul Munir Amin, 2009:77).
                                                                                                    
       Dakwah tidak sesempit yang kita bayangkan, dakwah tidak harus melalui mimbar dan dari satu majelis ke majelis yang lain, melainkan dengan berbagai cara yang dengannya dapat mengantarkan manusia dari keadaan yang negatif menuju keadaan yang positif (Hamzah Tualeka, 1993:27). Sehingga proses dakwah tidak monoton dan membosankan, tetapi dapat menyentuh hati orang yang diajak.

       Penampilan fisik pendakwah juga sangat menentukan hasil akhir dari proses dakwah. Karena setiap orang mempunyai persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya dan juga ornamen lain yang dipakainya (Deddy Mulyana, 2008:392). Dengan semua sifat di atas seorang pendakwah diharapkan dapat menjadi suri teladan bagi masyarakat objek dakwah. Karena sebagai panutan, maka sudah selayaknya bahwa figur seorang pendakwah adalah figur yang dicontoh dalam segala aspek kehidupan manusia muslim.
       Setiap pendakwah, hendaknya juga memiliki kepribadian yang baik. Sebab kata Prof. Dr. Hamka (18:222): “Jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi dari pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih populer kita sebut da’i”.
       Kepribadian yag dimaksud yakni meliputi kepribadian yang bersifat jasmani dan rohani (phisis dan phychis). Kepribadian yang bersifat rohaniah (psychologis) pada dasarnya mencakup masalah sifat, sikap, dan kemampuan diri pribadi seorang da’i. Di mana ketiga masalah ini sudah dapat mencakup keseluruhan (kepribadian) yang harus dimilikinya. Sedangkan kepribadian yang bersifat jasmaniyah, yakni meliputi sehat jasmani dan berpakaian necis. Maksudnya ialah pakaian yang serasi antara tempat, suasana dan keadaan tubuhnya, bukan berarti pakaian yang serba baik, serba baru dan serba mahal (Asmuni Syukir, 1983:34-48).
       Kepribadian yang baik harus ditopang dengan mental yang sehat, di antara karakteristik mental yang sehat adalah sebagai berikut :
1. Terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa
2. Dapat menyesuaikan diri
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
4. Tercapainya kebahagiaan pribadi dan orang lain (Yusria Ningsih, 2011:44-45).
3
 
      Pendakwah dituntut untuk memanfaatkan waktu dan peluang dakwah sebaik mungkin. Seperti apakah dakwah yang efektif? Dakwah yang efektif adalah dakwah yang dapat memberikan tidak hanya sebatas keinginan masyarakat akan tetapi lebih dari itu adalah menjadi kebutuhan mereka. (Samsul Munir Amin, 2009:308). Untuk mencapai dakwah yang demikian diperlukan pemahaman seorang pendakwah tidak hanya dalam satu disiplin ilmu, tetapi ilmu yang lain penting juga dikuasai, seperti ilmu sosiologi sehingga sang pendakwah dengan mudah dapat merumuskan komunikasi yang akan dilakukan setelah terlebih dahulu mengetahui ikatan atas kelompok sosialnya (M. Munir, 2003:177).

  D. Kemuliaan Pendakwah
       Sebagaimana telah lazim kita ketahui, bahwa berdakwah wajib hukumnya dikerjakan oleh setiap muslim. Dan balasan bagi mereka adalah pahala dari Allah SWT, selama mereka berniat membela dan menegakkan agama Allah (Asmuni Syukir, 1983:28). Dengan adanya jaminan tersebut sudah selayaknya bagi kita untuk saling berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).
       Selain pahala yang didapat bagi para pendakwah, tentunya mereka juga mendapat kemuliaan di sisi Allah. Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan kemuliaan para pendakwah, di antaranya:
1. Apa yang disampaikan pendakwah adalah kata-kata yang terbaik. (QS. Fushshilat:33)
2. Pendakwah adalah pelaksana dan penerus risalah kenabian. (QS. an-Nahl:36)
3. Pendakwah berperan sebagai saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru ke jalan Allah   SWT., dan sebagai lampu penerang. (QS. al-Ahzab: 45-46)
4. Pendakwah adalah pelopor pembentukan umat yang terbaik. (QS. Ali Imran:110)
5. Pendakwah adalah penolong dan pembela agama Allah SWT. (QS. al-Maidah:67 dan QS. Muhammad:7)
6. Pendakwah adalah penjaga identitas utama orang-orang yang beriman. (QS. at-Taubah:71)
7. Para pendakwah diakui kedudukannya sebagai penegak dan penyelamat kehidupan bersama di muka bumi. (QS. al-Hajj :40-41)
8. Pendakwah adalah penjaga sunah Rasulullah SAW (Moh. Ali Aziz, 2012:246-250).

       Meski bagi Allah sudah tentu pendakwah adalah mulia, namun belum tentu bagi manusia. Ada 2 sudut pandang manusia dalam menilai kedudukan pendakwah, yakni:
1. Persepektif orang-orang yang telah mendapatkan hidayah. Bagi mereka, pendakwah adalah orang yang mulia, utama dan terhormat. Mereka menganggap bahwa kehadiran pendakwah adalah berkah dan anugerah. Mereka akan menerima, mendengarkan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh pendakwah.
2. Persepektif orang-orang yang belum mendapatkan hidayah. Bagi mereka, pendakwah adalah penghalang bagi mereka. Apa yang disampaikan oleh pendakwah selalu bertentangan dengan kemauan mereka karena menurut mereka kedudukan pendakwah adalah rendah. Mereka menganggap pendakwah sebagai musuh. Jadi tidak heran jika mereka selalu berusaha menghalang-halangi dan mengacaukan aktivitas pendakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:244).
E. Problematika Seputar Pendakwah
1. Pendakwah Perempuan
4
 
       Perbedaan pendapat tentang boleh atau tidaknya perempuan yang berdakwah di depan umum masih muncul di kalangan para ulama. Sebagian dari mereka memperbolehkan dan sebagian yang lain melarangnya. Di antara alasan para ulama melarang perempuan berdakwah ialah terkait dengan batasan aurat perempuan di luar ibadah apalagi ketika berkomunikasi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, apakah suara perempuan itu aurat atau tidak, hal itu masih diperdebatkan. Juga keluarnya perempuan yang dianggap menimbulkan fitnah, hal itu juga belum dirumuskan pasti di mana batasannya, dll.
       Jika kita melihat fakta sejarah, tentunya banyak pendakwah yang berasal dari kalangan perempuan, salah satunya istri Nabi, yakni Aisyah r.a. tidak sedikit tabi’in yang berguru kepadanya (Moh. Ali Aziz, 2012:251). Itu semua menandakan bahwa keberadaan perempuan pendakwah juga diakui dalam Islam.
2. Pendakwah Anak-anak
       Telah banyak kita jumpai pendakwah mimbar yang dilakukan oleh anak-anak, bahkan anak usia Taman Kanak-kanak. Mereka diminta berceramah di depan orang-orang dewasa. Hal yang dipermasalahkan dari anak-anak sebagai pendakwah adalah belum adanya beban tanggung jawab (taklif). Selain itu, kematangan berpikir dan kedewasaan bersikap serta bertindak pada umumnya belum terjadi pada anak-anak.pengetahuan dan pengalamannya juga masih terbatas.di samping itu, kewibawaan anak-anak dimata orang dewasa hampir tidak ada. Kita yang sudah dewasa sering kali tidak memperhatikan isi pesannya karena kita sadar bahwa mereka belum mukallaf .
     Meskipun demikian, dakwah yang dilakukan oleh anak-anak tetap dipandang baik, karena hal tersebut sebagai proses pendidikan dan pelatihan bagi mereka, juga penampilan pendakwah anak-anak dapat berfungsi sebagai pemberi semangat orang tua dalam mendidik anak sekaligus bagi anak-anak lain untuk dapat meniru jejak mereka yang memahami beberapa hal tentang ajaran islam dan bisa menyampaikannya dengan gaya yang memukau (Moh. Ali Aziz, 2012:254-255).
3. Pendakwah Mualaf
    Dari sekian banyak pendakwah yang ada, tidak sedikit dari mereka terdiri dari orang-orang yang pengetahuan keislamannya masih awal tapi mereka mempunyai semangat yang berkobar-kobar. Hal ini terjadi pada mereka yang baru masuk Islam (mualaf) tapi sudah punya harapan dan cita-cita yang tinggi bagaimana Islam menjadi agama yang dapat diterima dengan suka hati. Secara garis besar mualaf ada dua macam, yaitu orang yang masih kafir tapi ada tanda-tanda tertarik dengan Islam dan orang yang sudah muslim tapi masih lemah imannya. Mualaf jenis kedua inilah yang kita bicarakan dalam uraian ini (Moh. Ali Aziz,  2012:256). Kejadian yang demikian kerap kali terjadi di tatanan masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya berdakwah. Bahkan mereka (mualaf) lebih peduli ketimbang orang-orang yang sudah lama masuk Islam ataupun yang telah Islam sejak lahir.
     Kasus ini juga tidak luput dari pembahasan para ahli yang sering menuai pro kontra. Karena mereka dikhawatirkan belum cukup modal pengetahuan agama untuk menjadi seorang pendakwah. Namun di satu sisi pengalaman dan perasaan mualaf ketika masuk Islam sering lebih menyentuh hati. Meskipun di depan mereka adalah para ulama dan cendikiawan yang tentu pengetahuan agamanya lebih luas. Akan tetapi jika sang mualaf sudah mendalami lmu agama dan menguasainya maka hal ini bisa menjadi pendorong bagi umat Islam pada umumnya yang telah lebih dulu memeluk agama Islam tapi belum banyak mengetahui tentang Islam (Moh. Ali Aziz, 2012:257).   
4. Honor Bagi Pendakwah
5
 
    Di zaman kapitalisme dan globalisasi seperti sekarang, kebutuhan hidup semakin tinggi. Meskipun kita ketahui bersama bahwa dakwah bukan lahan bisnis dan ia merupakan kegiatan sosial, tetapi seorang pendakwah tidak dilarang untuk menerima upah yang tidak dimintanya tersebut. Mereka manusia biasa yang juga membutuhkan makan dan minum. Tapi bukan itu tujuan utama seorang pendakwah. Namun di satu sisi mereka mempunyai keluarga yang juga menjadi tanggung jawabnya, bagaimana mungkin setelah sibuk berdakwah kesana kemari pendakwah masih bisa profesional untuk menghasilkan uang (Moh. Ali Aziz, 2012:257). Sehingga sangat wajar ketika seorang pendakwah menerima upah atau honor atas jasanya yang telah rela meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan dakwah dan pencerahan.
    Tapi beda lagi jika seorang pendakwah meminta honor untuk setiap dakwah yang disampaikannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa meminta honor adalah makruh hukumnya didasarkan pada al-Quran dan al-Hadits. Begitupun secara etika memang kurang pantas dan dapat menjatuhkan martabat pendakwah itu sendiri. Kata meminta berarti pendakwah sendiri yang menentukan besaran honorariumnya (Moh. Ali Aziz, 2012:259).
     Dalam perspektif manajemen dakwah, pendakwah tidak perlu meminta upah kepada mitra dakwah. Organsasi dakwah yang menunjuk seseorang sebagai pendakwah haruslah yang memiirkan upahnya sesuai dengan kelayakan umum. Hal demikian diharapkan agar supaya ada timbal balik antara pendakwah dengan lembaga dakwah atau masyarakat sebagai bagian dari mitra dakwah (Moh. Ali Aziz, 2012:260). 
      
  



















6
 
 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
    Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pendakwah adalah orang yang mengajak dan membimbing masyarakat dengan cara-cara yang baik dan dapat menyentuh hati mereka. Sebagai pendakwah yang diharapkan jadi suri teladan, sifat-sifat nabi harus dimiliki, meskipun tidak mungkin sama seperti nabi tapi minimal mendekati karakter mereka. Keluesan dan keuletan sang pendakwah juga diharapkan mampu membuat hati mitra dakwah terpikat sehingga dalam proses dakwah mereka dapat dengan mudah merangkul masyarakat. 
B. Saran
     Untuk menjadi pendakwah tidak semudah membalikkan telapak tangan, oleh karena itu evaluasi selalu harus senantiasa dilakukan demi perbaikan figur pendakwah. Pendakwah jangan hanya mampu dan pandai olah vokal tetapi juga diharapkan sesuai antara ucapan dengan perbuatannya.




















7
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Ahamadi, Abu, dkk. Kamus Pintar Agama Islam. Solo: CV. Aneka, 1991.
Ali Aziz, Moh. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2012.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Munir Amin, Samsul. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009.
Munir, M, dkk. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2003.
Mubasyaroh. Sejarah Dakwah. Kudus: Nora Media Enterprise, 2010.
Ningsih, Yusria. Kesehatan Mental. Surabaya: IAIN SA Press, 2011.
Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: al-Ikhlas, 1983.
Tualeka, Hamzah. Pengantar Ilmu Dakwah. Surabaya: Indah Offset, 1993.
Wachid, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2006.
Wirawan Sarwono, Sarlito. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011.








8
 
 

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home